Ket: suasana saat diskusi publik ketua PBHKP bersama Litbang HAM Kemenkumham RI

Sorong, pbhkp.or.id – (6/9/2022), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kemenkumhan RI mengadakan Diskusi Publik Naskah Pra Kebijakan tentang Perlindungan Hukum Melalui Jalur Non Litigasi Bagi Masyarakat Adat.

Dalam sambutannya, Drs. Andi Nurka, SH, MH (Kapus Litbang HAM Kemenkumham RI), pentingnya penyelesaian permasalahan hukum secara non litigasi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan di masyarakat adat guna menjaga situasi tetap kondusif dan menjaga ketertiban umum, karena para pemangku kepentingan di komunitas adat yang paham betul tentang adat istiadat setempat.

Pada awal kegiatan Tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan HAM Kemenkumham RI memaparkan hasil sementara penelitiannya di beberapa daerah, antara lain di Jakarta, Bali, NTB dan Papua Barat, kegiatan ini diikuti oleh peserta dari Bamus Betawi, Kanwil Hukum dan HAM DKI Jakarta, BPHN Kemenkumham RI, Ditjen HAM Kemenkumham RI, Kapus HAM Kemenkumham RI, Kemendes RI dan BRIN.

Ket:Loury da Costa memberikan paparannya sebagai Narasumber

Loury da Costa, SH ( Ketua PBHKP) sebagai salah satu narasumber dalam diskusi ini menyampaikan bahwa untuk wilayah Papua selain Tua-tua adat, Dewan Adat dan Lembaga Masyarakat Adat, pentingnya melibatkan tokoh pemerintah dan tokoh agama dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah masyarakat adat, biasanya dikenal dengan istilah Satu Tungku Tiga Batu.

Mengacu pada Undang-undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Permenkumham RI No. 3 tahun 2021 tentang Paralegal, Perhimpunan Bantuan Hukun Keadilan dan Perdamaian sudah membentuk paralegal komunitas adat di wilayah Papua Barat (Kab. Raja Ampat, Kab. Tambrauw, Kab. Sorong, Kab. Sorong Selatan), kehadiran paralegal komunitas adat juga sebagai bagian dari kerja-kerja bantuan hukum dalam kegiatan non litigasi di tingkat komunal.

Rekomendasi sementara dalam kegiatan ini, sebagai berikut:

1.        Kementerian Dalam negeri
a.      Melakukan identifikasi keberadaan lembaga adat yang masih berfungsi dengan baik di berbagai desa
b.      Perlu melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan hak masyarakat adat

2.        BPHN
a.    Menyusun  kebijakan yang mendorong OBH memberikan pelatihan paralegal terhadap para ketua adat di desa yang sudah masuk dalam program desa sadar hukum
b.   Melakukan Revisi terhadap persyaratan dalam Permenkumham paralegal
c.    Mempertimbangkan untuk membedakan persyaratan paralegal bagi peserta yang berasal dari masyarakat umum dan masyarakat adat

3.        Ditjen HAM
a.      Dalam melakukan penilaian terhadap Daerah Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia, perlu melakukan kalasifikasi terhadap variable “tersedianya bantuan hukum non litigasi” pada indikator Proses, dengan memasukkan penyelesaian kasus non litigasi oleh lembaga adat.
b.      Perlu mendorong ditetapkannya RUU Masyarat Hukum Adat

editor: Econ