pbhkp.or.id – Sorong, 15/1/2024,Sektor energi merupakan penyumbang gas rumah kaca (GRK) utama, emisi Indonesia hari ini, yaitu sebesar 43,59% pada tahun 2016. Sub sektor pembangkitan listrik, yang didominasi oleh pembangkit listrik
bertenaga batu bara, berkontribusi sebesar 35% dari emisi sektor energi. Dominasi bahan bakar fosil dalam pembangunan Indonesia juga mewariskan berbagai pelanggaran HAM akibat dampak
langsung yang ditimbulkan dari ekstraksi maupun pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara.

Untuk membahas hal tersebut, Komnas HAM menyelenggarakan konsultasi publik

permintaan masukan atas draf Kertas Kebijakan tentang Pendekatan Berbasis HAM dalam Transisi Energi, Kegiatan dilaksanakan secara hybrid (online dan offline) di Kantor Komnas HAM RI, Senin 15 Januari 2024, peserta yang terlibat aktif dalam kegiatan terdiri dari perwakilan Akademisi, NGO/LSM, Organisasi Wartawan, Masyarakat Adat, Organisasi Perempuan, Organisasi Kelompok Rentan dan LBH Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian.

Dalam sambutannya Wakil Ketua Komnas HAM RI Abdul Haris Semendawai menyampaikan bahwa Transisi energi merupakan salah satu tindakan mitigasi penting untuk mencegah perburukan perubahan iklim. Transisi energi adalah langkah pelaksanaan kewajiban negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia (HAM) atas

dampak perubahan iklim. Dalam agenda transisi energi, Indonesia memiliki signifikansi global mengingat Indonesia merupakan pelepas emisi gas rumah kaca (GRK) – penyebab utama perubahan iklim – terbesar ke sembilan di dunia (Lihat: World Resources Institute, ”Climate Analysis Indicators Tool/CAIT).

Dalam pengantarnya Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P. Siagian menuturkan dampak dan potensi dampak yang semakin meluas akibat perubahan iklim dan transisi energi terhadap HAM, Komnas HAM sesuai tugas dan kewenangan pengkajian dan penelitian sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Ayat (1) jo. Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), menyusun Ringkasan Kebijakan tentang

Pendekatan Berbasis HAM dalam Transisi Energi. Dokumen ini disusun untuk memetakan permasalahan HAM dalam transisi energi dan merekomendasikan pendekatan berbasis HAM dalam transisi energi yang perlu segera diprioritaskan Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini untuk memastikan agar transisi energi sejalan dengan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM khususnya kelompok rentan. Untuk pembobotan draf Kertas Kebijakan yang sudah disusun oleh tim, maka kami mohon masukannya dari para peserta yang mengikuti kegiatan pada saat ini.

Menurut Loury da Costa, Ketua PBHKP bahwa kebijakan transisi energi saat ini merupakan sebuah paradoks dimana merupakan energi yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca,

meningkatkan kualitas udara, meningkatkan ketahanan energi dan menciptakan lapangan kerja dalam industri teknologi dan infrastruktur yang ramah lingkungan, sedangkan disisi lain dampak negatifnya adalah transisi ke energi terbarukan seperti energi surya, energi angin, panas bumi dan energi air guna pembangkit listrik membutuhkan lahan yang luas hal ini dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat setempat, contohnya pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Memberamo dan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Kabupaten Sorong. Masyarakat Adat merasa bahwa pembangunan tersebut telah melanggar hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah, hak atas sumber daya alam dan hak atas Adat.

Untuk mengatasinya ada beberapa upaya yang komprehensif dan terintegrasi yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain:

*Penyediaan informasi dan partisipasi
publik.
Masyarakat perlu diberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang transisi energi, termasuk potensi dampak positif dan negatifnya. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tentang transisi energi.

*Pengembangan teknologi dan
infrastruktur yang ramah lingkungan.
Teknologi dan infrastruktur yang ramah lingkungan dapat membantu mengurangi dampak negatif transisi energi terhadap lingkungan dan masyarakat.

*Pembentukan mekanisme perlindungan
hak asasi manusia.
Perlu dibentuk mekanisme perlindungan hak asasi manusia yang khusus menangani dampak transisi energi, mekanisme ini dapat berupa peraturan perundang-undangan, kebijakan, atau lembaga independen yang dapat berfungsi sebagai mediator, monitoring dan Advokasi yang membela hak masyarakat terdampak oleh transisi energi.

editor : econ